• No.Telp

    (031) 806 1010
  • Waktu Pelayanan

    Senin - Jumat, 07:00 - 16:00
  • Alamat

    Jl. Siwalanpanji, Buduran, Sidoarjo

PPDB

  • Home
  • Berita
  • Pendidikan

SPUBER

22 Februari 2024

SISTEM PENDIDIKAN PERSPEKTIF AL-QABISI

Terdapat banyak perbedaan pendapat dari para ahli mengenai nama lengkap dari al-Qabisi. Ibn ‘Imad al-Hambali dalam bukunya yang berjudul Syazarat azZahab mengatakan bahwa nama lengkap Al-Qabisi adalah Abu al-Hasan Ali ibn Muhammad ibn Qabisi Khalaf al-Mu’abiri al-Qairawani sedangkan dalam buku Ma’alim al-Iman al-Ma’rifati Ahli al-Qairawani karya Abdurrahman Muhammad al-Dibagh menuliskan bahwa nama lengkap al-Qabisi adalah Abu al-Hasan Ali ibn Muhammad ibn Khalaf al-Mu’abiri.[1] Al-Qabisi lahir di Qairawan (Kairouan) pada bulan Rajab 324 Hijriyyah atau 13 Mei 936 Masehi dan menetap beberapa waktu di Mekkah dan kembali lagi ke Qairawan pada tahun 968 Masehi dan menjadi pengajar di sekolah berbasis aliran Maliki.[2]

Riwayat pendidikan al-Qabisi dihabiskan di Iskandariyah, Kairo, dan Hijaz sekaligus  menghabiskan waktu selama 5 tahun untuk melakukan ibadah haji dengan melewati wilayah Timur.[3] Para guru dari al-Qabisi beberapa diantaranya adalah pengajar yang menganut aliran Maliki di Qariawan termasuk Abu Abbas al-Ibyani, Ibnu Masrur al-Dabbagh, dan Darras al-Fasi dimana Ibnu Masrur memberi pengaruh yang besar dalam pemikiran al-Qabisi. Al-Qabisi buta sejak lahir dan selama perjalanannya di Timur ia didampingi oleh Darras al-Fasi dan seorang dari Andalusia, al-Asili yang keduanya bertindak sebagai sekretaris dari al-Qabisi.[4] Setelah wafat pada tahun 1012 M, ratusan puisi dilantunkan untuk menghormatinya dan banyak murid dan pengagum dari al-Qabisi yang menghabiskan waktu berkabung di sisi kuburnya. Makamnya terletak di dekat perempat Bab Tunis al-Qairawan yang saat ini tetap menjadi tujuan bagi peziarah lokal hari ini dan sering digunakan sebagai situs untuk melakukan shalat istisqa.[5]

Al-Qabisi adalah seorang pemikir pendidikan dan ilmuwan yang meninggalkan banyak karya pada berbagai disiplin ilmu pengetahuan seperti pendidikan, fiqh, dan teologi. Walaupun al-Qabisi tidak pernah menempuh pendidikan formal tentang ilmu pendidikan namun pengalaman al-Qabisi menuntut ilmu berbagai daerah dan kontribusinya sebagai pendidik menimbulkan inspirasi terhadap pemikirannya di dunia pendidikan.[6]

Karyanya yang populer pada abad ke-4 H adalah  الرسالة المفصلة لأحوال المعلمين وأحكم المعلمين و المتعمين  ia mengutip dari Ibnu Sahnun, ادب المعلمين  dan memperdalamnya hingga empat kali lebih tebal dari dari karya Ibnu Sahnun dan masih dalam konsentrasi تعيم الصبيان  di antaranya membicarakan pendidikan saat di Kuttab sehingga dapat disimpulkan al-Qabisi merupakan salah satu pemikir tentang konsep pendidikan Islam dan lebih rinci lagi sampai pada sistem pendidikan Islam.[7] Kontribusi al-Qabisi lebih menonjol pada ranah pendidikan tingkat dasar yang berlangsung di kuttab karenanya konsep pendidikan yang dikemukakan al-Qabisi lebih berhubungan dengan proses pendidikan pada anak dan sistem yang mencakup pada pendidikan tersebut seperti tujuan pendidikan, kurikulum, materi pendidikan Islam, metode, teknik belajar, waktu belajar, kode etik seorang pelajar, serta profesionalisme guru.[8]

Al-Qabisi merupakan ulama yang terkenal dalam bidang hadis dan fiqh serta mengambil corak pemikiran keIslaman normatif yang akhirnya dijadikan dasar dalam merumuskan pemikirannya dalam bidang pendidikan. Selain menjadi ulama yang ahli dalam bidang keilmuan, al-Qabisi juga merupakan ahli ibadah yang takut kepada Allah, berbudi halus, bersih jiwanya, gemar berpuasa, istiqamah mendirikan shalat tahajud, qanaah serta sabar. Al-Qabisi juga tidak tertarik dengan politik dan menfokuskan dirinya dalam dunia pendidikan untuk membina dan mendidik umat Islam.[9]

Al-Qabisi juga dikenal sebagai ulama yang berakhlak mulia sehingga keluasan ilmu yang dimiliki al-Qabisi diimbangi dengan ketekunan dalam beribadah sehingga apa yang diajarkannya kepada orang lain dapat diterima dengan baik sehingga sifat inilah yang menjadi faktor pendukung keberhasilan pendidik dalam mengajar dan menguasai dengan baik materi pengajaran maupun cara penyampaiannya. Hal di tersebut sesuai dengan figur seorang pendidik ideal, bahwa kepribadian seorang pendidik berpengaruh bagi peserta didik sebagai model yang dijadikan teladan untuk ditiru, khususnya bagi anak-anak. Anak-anak lebih menyerap apa yang mereka lihat dan mereka dengar sehingga pendidikan anak-anak memegang peranan penting dalam menanamkan karakter dan nilai-nilai kehidupan yang menjadi pondasi awal anak-anak dalam menjalani kehidupan selanjutnya.[10]

Sayangnya, dikarenakan masih minim sekali tulisan mengenai sistem pendidikan dalam perspektif al-Qabisi yang disertai dengan kondisi sosial, budaya, dan politik yang terjadi pada zaman itu sehingga dengan berbagai teori dan data yang peneliti jabarkan di atas, penulis akan memaparkan sistem pendidikan dalam perspektif al-Qabisi.

 

A.    Keadaan Sosial Masyarakat

1.      Kondisi Geografis, Sosial dan Budaya

Al-Qabisi dilahirkan dan wafat di Qariawan yang berada dalam daerah Tunisia, Afrika Utara yang pada masa al-Qabisi hidup terdapat pertumbuhan pesat komunitas muslim di penjuru Afrika Utara berhasil menghubungkan kepada dunia Arab dan dunia Islam Timur Tengah. Wilayah pedesaan menghasilkan buah zaitun, anggur dan biji-bijian, sedangkan wilayah perkotaan industri tekstil dan keramik. Perdagangan dengan Eropa, Mesir dan sub-Sahara Afrika sangat penting. Bahkan produk utama arus perdagangan Afrika Utara dengan Sudan adalah budak dan emas. Para sufi menjadi tuan tanah, ahli ilmu dan pembimbing spiritual sebagian petani kecil. Afrika Utara penghasil minyak bumi bahkan produk utama perdagangan di Afrika Utara adalah emas, sedangkan di Tunisia menjadi pengimpor pakaian dan kertas.[11]

          Kondisi sosial, budaya, dan keagamaan al-Qabisi semasa hidup sangat mendukung dan marak akan perluasan dan pengajaran ilmu pengetahuan yang banyak dipengaruhi aliran Maliki yang tergolong ahlussunnah sehingga keinginan masyarakat pada waktu itu lebih condong pada masalah keagamaan.[12] Hal ini menyebabkan cendekiawan yang juga tinggal di Qairawan, Afrika Utara memiliki metode berpikir yang tabu dan asing akan penggunaan ra’yu dan qiyas sehingga hal ini juga menjadi sebab pemikiran al-Qabisi memandang ada subjek yang tidak perlu diberikan pada peserta didik meskipun banyak pendapat syar’i yang memandang objek tersebut penting untuk diberikan.[13]

 

2.      Kondisi Politik

Qairawan yang berada di Tunisia yang sekarang merupakan benua Afrika tempat al-Qabisi dilahirkan dan wafat diperkuat oleh sufisme yang mampu mengembangkan organisasi sosial yang dikelola oleh Muslim sehingga memberikan pengaruh bagi masyarakat pedalaman. Semua penguasa mengakui ulama dan sufi sebagai mufti dan menjadi penasehat dalam menjalankan pemerintahan atas warganya ulama tersebut, selain menjadi pendidik, mereka memilki tanah luas dari hadiah penguasa. Kepemimpinan sufi mampu menyatukan warga pedalaman yang mendukung tatanan politik, pertahanan, organisasi ekonomi, penengah perselisihan dan fungsi penting lainnya. Pertumbuhan pesat komunitas muslim di penjuru Afrika Utara berhasil menghubungkan kepada dunia Arab dan dunia Islam Timur Tengah.[14]

 

B.     Tokoh

1.      Pemikiran/Konsep/Falsafah Hidup

          Al-Qabisi memandang al-Quran bukan hanya sebagai sumber ilmu pengetahuan namun juga petunjuk bagi seluruh umat Muslim sehingga al-Qabisi akan siap berdebat dengan siapapun apabila ada yang meremehkan al-Quran. Al-Qabisi percaya bahwa Allah akan meredupkan cahaya dalam hati seorang hamba apabila tidak menggunakan al-Quran sebagai pedoman hidup sehingga al-Qabisi selalu berdoa kepada Allah utnuk memberikan hidayah kepada seluruh umat Muslim agar menjadi menjalankan syariat dengan mempercayai al-Quran.[15]

 

C.    Sumbangsih Pendidikan

1.      Konsep Pendidikan/Teori

Perubahan sosial dan budaya masyarakat maupun pemikiran tentang pendidikan Islam mendorong cendekiawan muslim untuk berpikir secara filosofis agar melahirkan sebuah warisan pemikiran keIslaman yang sudah dilakukan di berbagai belahan dunia Islam sehingga lahirlah 3 aliran utama pendidikan Islam yaitu aliran agamis-konservatif, aliran religius-nasional, dan aliran pragamatis-instrumental. Al-Qabisi merupakan salah satu dari pemikir Islam yang menganut aliran agamis-konservatif yang lebih cenderung memandang permasalahan pendidikan murni berelevan dengan keagamaan sehingga ilmu pengetahuan hanya terbatas pada pemaknaan dasar hukum utama agama Islam yakni al-Quran dan Sunnah.[16] Begitu kukuhnya keimanan al-Qabisi terhadap agama sehingga ia melarang non-Muslim untuk menuntut ilmu di lembaga pendidikan Islam begitupun sebaliknya, Muslim dilarang untuk menuntut ilmu di lembaga pendidikan Nasrani karena hal itu dapat mengacaukan jiwa spiritualitas seseorang.[17]

 

2.      Tujuan Pendidikan

          Al-Qabisi tidak mengklasifikasikan secara rinci tujuan dari pendidikan yang diberikan kepada peserta didik dan hanya memberi intisari berupa tujuan keagamaan namun apabila dikupas lebih dalam maka dapat dirumuskan bahwa tujuan pendidikan al-Qabisi adalah menguatkan akhlaqul karimah peserta didik, mengembangkan rasa cinta agama, istiqomah menjalankan ajaran Islam, membudidayakan nilai-nilai moral, menumbuhkan keterampilan dan keahlian praktis yang dapat memberi kontribusi pada kemampuan berkarir peserta didik.[18]

          Al-Qabisi memandang bahwa proses pembelajaran yang dapat mengembangkan kepribadian peserta didik haruslah sesuai dengan nilai ajaran Islam dimana nilai-nilai pendidikan agama harus bersumber dari akhlaqul karimah. Al-Qabisi menempatkan agama sebagai pondasi pendidikan akhlak sehingga akhlak menempati posisi krusial yang mempengaruhi keberhasilan proses pendidikan.[19]

          Masyarakat pada masa itu mampu merangkul tujuan pendidikan menurut al-Qabisi karena lingkungan masyarakat al-Qabisi yang dipengaruhi aliran Maliki yang tergolong ahlussunnah sehingga keinginan masyarakat pada waktu itu lebih condong pada masalah keagamaan sesuai dengan inti dari tujuan pendidikan menurut al-Qabisi yang condong pada masalah keagamaan dan menjadikan manusia sebagai “abdullah”.

 

3.      Pendidikan Anak-Anak

Al-Qabisi mahsyur karena kontribusi pemikirannya tentang konsep sistem pendidikan khususnya dalam bidang pendidikan anak-anak yang pada zaman itu dilakukan di kuttab-kuttab sehingga muncullah konsep pemikiran al-Qabisi bahwa pendidik anak-anak merupakan usaha strategis dalam pertumbuhan dan perkembangan bangsa dan negara.[20] Al-Qabisi memandang peserta didik, dalam konteks ini adalah anak mempunyai potensi yang dapat dibentuk dan diarahkan sesuai keinginan pendidik dan tentunya dengan pengaruh dari orang tua pula sehingga kedua komponen tersebut sangat berpengaruh bagi tumbuh kembang pendidikan anak.[21]

Al-Qabisi tidak memberikan syarat umum bagi pelajar dalam memasuki kuttab karena seorang Bapak bertanggung jawab mengajar anaknya sejak ia mulai bisa berbicara atau sekitar umur dua sampai tiga tahun hingga saat sudah mulai mahir berbicara dan menulis maka anak-anak akan dimasukkan ke dalam kuttab hingga umur akhil baligh.[22]

 

4.      Kurikulum

          al-Qabisi membagi kurikulum berdasarkan mata pelajaran yang diberikan pendidik kepada peserta didik namun hanya secara implisit yang dijelaskan dalam karyanya bahwa ada mata pelajaran wajib yang harus dipelajari oleh peserta didik dan beberapa mata pelajaran pendukung, berikut penjelasan lebih lanjut[23]

a.       Kurikulum Wajib (Ijbari)

Kurikulum ini mewajibkan peserta didik untuk mempelajari beberapa mata pelajaran sebagai dasar untuk melakukan proses pembelajaran pada tahap selanjutnya. Mata pelajaran yang diklasifikasikan sebagai mata pelajaran wajib yang harus dipelajari peserta didik adalah al-Quran, fiqh (hukum Islam), moral, bahasa Arab, menulis dan membaca.[24]

b.      Kurikulum Terpilih (Ikhtiyari)

Berisi beberapa mata pelajaran ilmu dan teknologi yang mendukung kinerja kurikulum wajib yang meliputi ilmu hitung, seluruh kaedah nahwu, syair-syair, dan nama-nama hari Arab.[25]

Al-Qabisi menggabungkan antara kurikulum ikhtiyari dan ijbari dengan porsi diberikan lebih banyak pada kurikulum ijbari yang bertujuan agar peserta didik mempunyai pondasi yang kuat dalam beragama dan tidak keluar dari syariat apabila hanya berpegang pada kurikulum ikhtiyari[26]

 

5.      Metode dan Teknik Belajar

   Metode pengajaran yang ditawarkan al-Qabisi sesuai berdasarkan tahapan murid berupa talqin, tikrar, al-mail, dan al-fahm dengan teknik pengunaan berbagai indera yaitu mendengar, melihat, membaca, dan menulis diimbangi dengan bahan pembelajaran yang sesuai.[27] Metode mendengar atau talqin akan memudahkan peserta didik khususnya usia anak-anak dalam menghafal karena mereka akan mengulangi setiap paragraf yang disampaikan oleh pendidik sampai bisa menghafal dengan baik sehingga pada tahap ini pendidik tidak perlu memberikan pemahaman pada arti atau frasa yang dihafal karena peserta didik belum mampu memahami hal tersebut.[28] Metode talqin, taqrir, mail (murajaah), dan fahm dengan definisi lebih lanjut talqin yaitu seorang pendidik membacakan al-Quran untuk kemudian diikuti oleh para peserta didik dan apabila bacaan peserta didik ada yang salah saat mengikuti bacaan, dapat langsung dikoreksi oleh pendidik. Taqrir mengulangi bacaan hingga hafal. Mail (murojaah) adalah setelah hafal, ulangi kembali bacaan tersebut. Inilah yang dimaksud dengan muraja’ah. Dan al-fahm adalah memahami arti dari bacaan Al-Quran yang akan dihafal.[29]

          Selain itu, metode pengajaran dari al-Qabisi yakni memberikan tugas secara repetitif kepada santri agar mereka saling membantu dalam menyimak hafalan disertai dengan meningkatkan hafalan dengan menulis apa yang telah dihafalkan.[30] Al-Qabisi juga menyarankan metode pengajaran bagi peserta didik secara individu dan berkelompok serta memungkinkan adanya layanan peserta didik yang cerdas atau cepat dalam memahami pembelajaran maka akan membutuhkan lebih banyak peran pendidik dalam proses pembelajarannya. al-Qabisi juga menitikberatkan penilaian harian, mingguan, dan akhir minggu.[31]

          Menurut al-Qabisi, hendaknya pendidik melakukan hierarki pada proses pembelajaran agar peserta didik dapat fokus menghafal dan memahami dengan baik. Selain itu, al-Qabisi juga menyetujui adanya hukuman (punishment) pada proses pembelajaran yakni dengan cara memukul peserta didik satu hingga tiga kali dengan syarat tidak memukul dengan keadaan marah, tidak keluar dari kebiasaan pendidikan, dan sebelumnya sudah ada kesepakatan dengan peserta didik.[32] Al-Qabisi juga memandang adanya penghargaaan (reward) apabila peserta didik tekun dan rajin menamatkan hafalan.[33]

 

6.      Peran Pendidik

          Al-Qabisi mengkonsepkan cara melakukan pembelajaran yang baik oleh pendidik agar terbentuk akhlak terpuji adalah menekankan pada contoh teladan (qudwah), jamaah, demonstrasi dan pemahaman. Dengan melalui contoh teladan maka guru tentu harus siap menjadi uswatun khasanah bagi peserta didik baik itu saat berinteraksi di dalam kelas maupun di luar kelas.[34] Dalam proses pembelajaran, pendidik membuat rencana pembelajaran yang tersusun dengan baik serta memperhatikan perbedaan individu sekaligus memberikan kesempatan yang sama pada semua peserta didik.[35]

          Bagi al-Qabisi, pendidik khususnya pengajar al-Quran tidak harus seorang hafidz, tetapi al-Qabisi lebih menekankan pada kematangan pengajar dalam mengamalkan makna dan kandungan isi dari al-Quran melalui penguasaan ilmu-ilmu lain yang membantu pemahamannya tentang al-Quran.[36]

 

7.      Alokasi Waktu Proses Pembelajaran

          Pendidik hendaknya mengajarkan al-Quran pada waktu-waktu yang telah ditentukan oleh lembaga pendidikan dan diperbolehkan meninggalkan anak-anak untuk menghafal dan agar mereka juga saling menghafal dengan teman sebayanya serta pendidik tidak seharusnya memberikan tugas kepada peserta didik untuk memenuhi kebutuhannya.[37]

          Waktu pelaksanaan sholat sebaiknya tidak boleh terganggu dengan kegiatan pembelajaran begitupun juga dengan waktu istirahat makan. Waktu libur proses pembelajaran adalah hari Jumat, setengah hari pada hari Kamis, hari Raya Idul Fitri, hari Raya Idul Adha dengan jumlah hari yang kondisional.[38]

 

8.      Pemisahan Ruang Belajar Peserta Didik Laki-Laki dan Perempuan

          Al-Qabisi tidak setuju dengan pembelajaran bersifat Co-Educational Classes karena menganggap hal tersebut tidak sesuai dengan ajaran agama Islam dimana peserta didik yang berada pada masa pubertas tidak akan bisa mengontrol dorongan dalam dirinya untuk mempunyai syahwat kepada lawan jenis yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan bagi peserta didik khususnya remaja perempuan. Hal tersebut juga senada dengan ketidaksetujuan al-Qabisi dengan mencampurkan ruang belajar antara anak kecil dengan anak usia remaja (yang telah mengalami mimpi basah) karena ditakutkan pula akan merusak pola pikir anak kecil tersebut.[39]

 

9.      Demokrasi Pendidikan

          Al-Qabisi memandang bahwa anak-anak yang masuk kuttab tidak ada perbedaan, menurutnya pendidikan adalah hak semua orang tanpa ada pengecualian. Begitupun antara anak laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam memperoleh pendidikan namun harus tetap dipisahkan kelasnya antara laki-laki dan perempuan. Sebagai upaya telaksananya pemerataan pendidikan, al-Qabisi menganjurkan agar orang Muslim yang mampu membantu kawan Muslim lainnya yang kurang mampu sehingga dibentuklah Baitul Mal yang berfungsi sebagai bantuan biaya pendidikan. Al-Qabisi juga memperhatikan kesejahteraan pendidik dimana ia perpandangan gaji pendidik merupakan tanggung jawab pemerintah dan pendidik tetap boleh mendapat hadiah dan bentuk penghargaan lainnya.[40]

 

10.  Buku/Karangan

Al-Qabisi memiliki banyak karya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan yang dijadikan panutan bagi para intelektual muslim. Karya-karya berikut adalah sebagai berikut,[41]

a.      Al-Muhid al-Fiqh wa Ahkam ad-Diyanah membahas permasalahan fiqh

b.      Al-Mub’id min Syibhi at-Ta’wil yang didalamnya berisi ilmu tentang ulumul Quran

c.       Al-Munabbih li al-Fithan an Ghawail Fitan

d.      Al-Risalah al-Mufashshalah li Ahwal al-Muta’allimin wa Ahkam al-Mu’allimin wa al-Muta’allimin tahapan pendidikan pada anak.

e.       Al-I’tiqadat berisi ajaran tauhid

f.        Manasik al-Hajj berisi ketentuan haji

g.      Mulakhkhas li al-Muwattha’ yang di dalamnya membahas hadis

h.      Al-Risalah an-Nasyiriyah fi al-Radd ala’ al-Bikriyyah yang membahas tentang tauhid

i.        Al-Zikr wa al-Du’a.[42]

j.        Halat at Ta’lim yang membahas pengaruh keadaan lingkungan terhadap pendidikan, realisme, atau idealisme pendidikan[43]

 

11.  Tinggalan Keilmuan

          Risalah pendidikan milik al-Qabisi yakni ar-Risalah al-Mufashshalahli Ahwal al-Muta’allimin wa Ahkam al-Muta’allimin wa al-Mu’allimin menunjukkan kecondongan untuk memurnikan agama dalam pelaksanaan pendidikan yang dilakukan dengan moralisasi yang dikenal dengan konsep al-Adab dan al-Ta’dib yang mencerminkan visi masyarakat terhadap anak atau remaja agar menghormati institusi, pranata sosial, dan pola pemikiran umum yang berkembang dalam kehidupan sehari-hari.[44] Hal tersebut dapat diamati bahwa banyak pendidikan yang menerapkan pembiasaan-pembiasaan akhlak terpuji di sekolah dalam rangka menumbuhkan akhlaqul karimah begitupun juga para orangtua yang memilih menyekolahkan anak-anak mereka di lembaga pendidikan yang mempunyai program-program pengembangan akhlak atau yang lebih populer dengan istilah character building.

          Latar belakang al-Qabisi sebagai cendekiawan sekaligus hafidz al-Quran dan hadis diimbangi dengan pemahaman bahasa Arab mengarahkan beliau untuk melakukan kegiatan pendidikan yang condong berpondasi pada al-Quran dan Sunnah.[45] Perhatiannya pada al-Quran mempengaruhi pandangan al-Qabisi tentang pendidikan sehingga pemikiran al-Qabisi tentang metode dan teknik pengajaran banyak digunakan dalam pembelajaran tahfidz al-Quran khususnya negara Malaysia. Terlihat dengan adanya JAKIM (Jabatan Kemajuan Islam Malaysia) yang membawahi Darul Quran (DQ) serta Ma’ahad-ma’ahad Tahfiz al-Quran (MTQ) yang telah melahirkan ribuan qurra’ dan huffaz di Malaysia dengan yang berkiblat pada metode dan teknik pembelajaran al-Quran milik al-Qabisi.[46]

Seperti yang sudah penulis paparkan di atas bahwa al-Qabisi membagi kurikulum menjadi ijbari dan ikhtiyari[47] sehingga metode yang digunakan al-Qabisi juga dapat digunakan tidak hanya pelajaran yang berhubungan dengan al-Quran (ijbari) yang dimana dalam mengajar mata pelajaran ijbari maupun ikhtiyari tentu al-Qabisi juga menggunakan metode yang sudah penulis paparkan diatas. Sebagai contoh, dalam takrir dimana pembelajaran dilakukan secara repetitif, hal ini bisa juga dilakukan pada matematika karena semakin sering peserta didik berlatih mengerjakan soal maka semakin mahir mengerjakan.

Pemikiran al-Qabisi yang sampai pada penerapan reward dan punisment dengan syarat tidak melakukan kegiatan punishment dengan keadaan marah, tidak keluar dari kebiasaan pendidikan, dan sebelumnya sudah ada kesepakatan dengan peserta didik tentang adanya reward dan punishment dari pembelajaran yang akan dilakukan[48]. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemikiran al-Qabisi tentang pendidikan sudah sangat modern mengingat dalam pendidikan masa sekarang reward dan punishment.

 

C.    Daftar Rujukan

Akyeampong, Emmanuel Kwaku, Henry Louis Gates, and Mr Steven J. Niven. Dictionary of African Biography. OUP USA, 2012.

Arifin, Yanuar. Pemikiran-Pemikiran Emas Para Tokoh Pendidikan Islam. Yogyakarta: IRCiSoD, 2018.

Assegaf, Abd Rahman. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern. Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2013.

Dalimunth, Sehat Sultoni. Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Bangunan Ilmu Islamic Studies. Yogyakarta: Deepublish, 2018.

Daud, Al-Husaini M. “Al-Qabisi’s Thoughts about Curriculum in Islamic Education.” TAWARIKH 5, no. 2 (2014). Accessed February 25, 2020. http://www.journals.mindamas.com/index.php/tawarikh/article/view/573.

Fajri, Fina Septia, Ruhenda, and Imas Kania Rahman. “7 Kurikulum Islami PAUD Melalui Pendekatan Al-Qabisi.” Prosiding Bimbingan Konseling (August 2, 2018): 52–58.

Husaini. “Konsep Pendidikan Karakter Anak Menurut Al-Qabisi dan Relevansinya dengan Pendidikan di Indonesia.” Masters, Pascasarjana, 2015.

Makhsin, Mardzelah binti, and Noriana Binti Abdullah. “Personality and Leadership of Ulul Amri Islamic Education Teacher.” Proceeding of The ICECRS 3, no. 0 (July 17, 2019). https://press.umsida.ac.id/index.php/icecrs/article/view/18.

Mohamed Noh, Abd Munir. “Falsafah Pendidikan Menurut Ibn Khaldun dan John Dewey : Kajian Perbandingan.” University of Malaya, 2015.

Mujtaba, M. Shohibul. “Cara Menghafal Al-Quran: Metode 3T+1M, Mudah Dan Efektif.” Universitas Darussalam Gontor, May 25, 2019. Accessed April 9, 2020. http://unida.gontor.ac.id/cara-menghafal-al-quran-metode-3t1m/.

Musir, Muslim. “Konfigurasi Pemikiran Al-Qabisi Tentang Pendidikan Islam.” POTENSIA: Jurnal Kependidikan Islam 2, no. 2 (December 15, 2016): 199–212.

Nata, Abuddin. Filsafat pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005.

———. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. RajaGrafindo Persada, 2000.

Oktaviyani, Vita Ery. “Islam Di Afrika Utara.” JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam) 3, no. 1 (July 5, 2019): 1–10.

Rofiq, M. Nafiur. “Aliran, Tipologi Dan Teori Pendidikan Islam.” FALASIFA : Jurnal Studi Keislaman 10, no. 1 (March 19, 2019): 153–188.

Saifullah, Saifullah. “Konsep Pedagogik dalam Pemikiran Ibnu Sahnun dan al-Qabisi.” EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan 12, no. 3 (December 30, 2014). Accessed February 24, 2020. https://jurnaledukasikemenag.org/index.php/edukasi/article/view/97.

Sarton, George. ““Review of Al-Tarbya Fi-l-Islam Aw Al-Ta’lim Fi; Ray al-Qabisi” Journal of the American Oriental Society 76, no. 1 (1956): 46–48.

Sulaiman, Siti Suriyani. “Kaedah Hafazan: Suatu Tinjauan Ringkas.”

Syahrizal. “Kurikulum Pendidikan Dasar Islam Era Klasik: Komparasi Pemikiran Ibnu Suhnūn Dan al-Qābisi” 11, no. 2 (Desember 2016).

Yenuri, Ali Ahmad. “Kajian Filosofis Tentang Konsep Pendidikan Di Era Klasik Dan Pertengahan.” JALIE; Journal of Applied Linguistics and Islamic Education 1, no. 1 (March 3, 2017): 184–208.

Zainora. “Penilaian Pelaksanaan Kurikulum Qiraat Di Darul Quran Dan Ma’had Tahfidz al-Quran Di Malaysia.” University of Malaya, 2015.

 



[1] Al-Husaini M. Daud, “Al-Qabisi’s Thoughts about Curriculum in Islamic Education,” Tawarikh 5, no. 2 (2014), 183.

[2] George Sarton, “Review of Al-Tarbya Fi-l-Islam Aw Al-Ta’lim Fi; Ray al-Qabisi” Journal of the American Oriental Society 76, no. 1 (1956): 46.

[3] Abd Rahman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2013), 62.

[4] Emmanuel Kwaku Akyeampong, Henry Louis Gates, and Mr Steven J. Niven, Dictionary of African Biography (OUP USA, 2012), 137.

[5] Ibid, 138.

[6] Muslim Musir, “Konfigurasi Pemikiran Al-Qabisi tentang Pendidikan Islam,” Potensia: Jurnal Kependidikan Islam 2, no. 2 (December 15, 2016): 202-203.

[7] Sehat Sultoni Dalimunth, Filsafat Pendidikan Islam Sebuah Bangunan Ilmu Islamic Studies (Yogyakarta: Deepublish, 2018), 36.

[8] Saifullah, “Konsep Pedagogik dalam Pemikiran Ibnu Sahnun dan Al-Qabisi,” Edukasi: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan 12, no. 3 (December 30, 2014), 432-433.

[9] Yanuar Arifin, Pemikiran-Pemikiran Emas Para Tokoh Pendidikan Islam (Yogyakarta: IRCiSoD, 2018), 72-73.

[10] Husaini, “Konsep Pendidikan Karakter Anak Menurut Al-Qabisi dan Relevansinya dengan Pendidikan di Indonesia” (masters, Pascasarjana, 2015), 6-7.

[11] Vita Ery Oktaviyani, “Islam Di Afrika Utara,” JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam) 3, no. 1 (July 5, 2019): 1-7.

[12] Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam, 62.

[13] Daud, “Al-Qabisi’s Thoughts about Curriculum in Islamic Education.”, 194

[14] Vita Ery Oktaviyani, “Islam Di Afrika Utara,” 7.

[15] Daud, “Al-Qabisi’s Thoughts about Curriculum in Islamic Education.”, 190

[16] M. Nafiur Rofiq, “Aliran, Tipologi Dan Teori Pendidikan Islam,” FALASIFA : Jurnal Studi Keislaman 10, no. 1 (March 19, 2019): 155.

[17] Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam (RajaGrafindo Persada, 2000), 41.

[18] Heri Gunawan, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 300-301

[19] Fina Septia Fajri, Ruhenda, and Imas Kania Rahman, “7 Kurikulum Islami PAUD melalui Pendekatan Al-Qabisi,” Prosiding Bimbingan Konseling (August 2, 2018): 55.

[20] Abuddin Nata, Filsafat pendidikan Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), 27.

[21] Fajri, Ruhenda, and Rahman, “7 Kurikulum Islami PAUD melalui Pendekatan Al-Qabisi.”, 55

[22] Assegaf, Aliran pemikiran pendidikan islam, 66.

[23] Daud, “Al-Qabisi’s Thoughts about Curriculum in Islamic Education.”, 189

[24] Ibid., 190

[25] Saifullah, “Konsep Pedagogik dalam Pemikiran Ibnu Sahnun dan Al-Qabisi.”, 206

[26] Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, 69.

[27] Siti Suriyani Sulaiman, “Kaedah Hafazan: Suatu Tinjauan Ringkas.” E-Journal of Islamic Thought and Understanding 2, no. 1 (November, 2018), 49-50

[28] Abd Munir Mohamed Noh, “Falsafah Pendidikan Menurut Ibn Khaldun Dan John Dewey : Kajian Perbandingan” (University of Malaya, 2015), 79.

[29] M. Shohibul Mujtaba, “Cara Menghafal Al-Quran: Metode 3T+1M, Mudah Dan Efektif,” Universitas Darussalam Gontor, May 25, 2019, accessed April 9, 2020, http://unida.gontor.ac.id/cara-menghafal-al-quran-metode-3t1m/.

[30] Fajri, Ruhenda, and Rahman, “7 Kurikulum Islami PAUD melalui Pendekatan Al-Qabisi.”, 54

[31] Sulaiman, “Kaedah Hafazan: Suatu Tinjauan Ringkas.”, 49-50

[32] Heri Gunawan, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 304

[33] Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam: Hadharah Keilmuan Tokoh Klasik Sampai Modern, 66.

[34] Mardzelah dan Noriana, “Personality and Leadership of Ulul Amri Islamic Education Teacher,” Proceeding of The ICECRS 3, no. 0 (July 17, 2019), 16.

[35] Sulaiman, “Kaedah Hafazan: Suatu Tinjauan Ringkas.”, 50

[36] Heri Gunawan, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 305

[37] Ibid, 304

[38] Ibid

[39] Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, 36-37.

[40] Ibid, 38-40.

[41] Syahrizal, “Kurikulum Pendidikan Dasar Islam Era Klasik: Komparasi Pemikiran Ibnu Suhnūn Dan al-Qābisi” 11, no. 2 (Desember 2016), 446.

[42] Musir, “Konfigurasi Pemikiran Al-Qabisi tentang Pendidikan Islam.”,

[43] Ali Ahmad Yenuri, “Kajian Filosofis Tentang Konsep Pendidikan Di Era Klasik Dan Pertengahan,” JALIE; Journal of Applied Linguistics and Islamic Education 1, no. 1 (March 3, 2017): 184–208.

[44] Rofiq, “Aliran, Tipologi Dan Teori Pendidikan Islam.”, 172

[45] Musir, “Konfigurasi Pemikiran Al-Qabisi tentang Pendidikan Islam.”, 210

[46] Zainora, “Penilaian Pelaksanaan Kurikulum Qiraat Di Darul Quran Dan Ma’had Tahfidz al-Quran Di Malaysia” (University of Malaya, 2015), 138.

[47] Saifullah, “Konsep Pedagogik dalam Pemikiran Ibnu Sahnun Dan Al-Qabisi.”, 206

[48] Heri Gunawan, Pendidikan Agama Islam, 304

Penulis: Devy Eka Angelica, S.Pd.,M.Pd.